Kamis, 29 April 2010

permainan anak2 khas sunda jaman dulu..Kehidupan anak-anak di masa lalu jauh berbeda dengan anak-anak masa kini, terutama dalam hal permainan. Anak-anak tempo dulu kerap bermain dengan alam dan kehidupannya. Sedangkan anak-anak masa kini sudah dihadapkan pada berbagai permainan yang berbau elektronik dan barang-barang jadi yang siap dibeli di toko-toko mainan maupun Super Market atau Mall.

Anak-anak tempo dulu, permainannya kerap kali dihadapkan pada alam dan lingkungan sekitarnya. Permainan di malam hari tidak sama dengan permainan di pagi hari, siang hari, maupun sore hari. Selain itu juga cuaca maupun musim amat menentukan cirri khas dari permainan anak-anak tempo dulu. Sedangkan anak-anak zaman sekarang tidak lagi terpaut pada waktu, tempat maupun musim. Kapan saja dimana saja mereka bisa bermain dengan leluasa.

Berikut ini beberapa “Kaulinan Barudak Zaman Baheula” (Permainan Anak-anak Tempo Dulu) yang biasa dinyanyikan sekaligus menjadi ajang permainan rutin anak-anak di Tatar Sunda Tempo Dulu.

Salah satu permainan dalam bentuk kakawihan barudak (nyayian anak-anak) berupa dialog antara seseorang atau kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Berikut adalah beberapa contoh lirik lagu yang merupakan Kakawihan Barudak Zaman Baheula antara lain :

Ambil-ambilan

X : Ambil-ambilan

Turuktuk hayam samantu
Y : Saha nu diambil kami mah teu boga incu

Boga ge anak pahatu
X : Pahatu ge daek

Purah nutu purah ngejo

Purah ngasakan baligo
Y : Nyerieun sukuna

Kacugak ku kaliage
X : Aya ubarna kulit munding campur dage tiguling nyocolan dage

(Ambri, Moh)

Cincangkeling

Lagu kakawihan anak-anak usia 8-12 tahun. Anak-anak menyanyikannya berulang-ulang makin lama temponya makin cepat.

Teks lagunya adalah sebagai berikut :

Cingcangkeling manuk cingkleung cindeten

Plos kakolong Bapa Satar buleneng

Cokcang

Salah satu kakawihan barudak (nyanyian anak-anak) dilakukan di halaman atau di beranda rumah. Untuk menentukan anak berperan sebagai kucing pada permainan kucing-kucingan. Anak yang menjadi kucing adalah anak yang tepat mendapat suku kata terakhir dari bait lagu tersebut.

Lirik lagunya sebagai berikut :

Cang cang si pencok si kacang

Si niti anggolati

Dog clo

Blo lo nyon

Anak yang tepat pada akhir kata (nyon) ialah yang menjadi kucing.

Dingding Kiripik

Langkah awal jika anak-anak hendak bermain kucing-kucingan, untuk menentukan siapa yang menjadi kucing. Salah seorang diantara mereka membeberkan telapak tangan kiri sambil menumpangkan telunjuk kanannya, kemudian diikuti oleh telunjuk-telunjuk kanan anak-anak yang ikut main.

Mereka bersama-sama menyanyikan lirik :

Dingding kiripik tulang bajing kacapit

Saha nu kacapit jadi ucing?

Tepat ketika mengucapkan ucing telapak tangan itu dikepalkan, barang siapa yang telunjuknya terjepit ialah yang menjadi ucing. Segala permainan ucing-ucingan bisa diawali oleh “dingding kiripik”, misalnya ucing udag, ucing peungpeun, ucing kalangkang, dan sebagainya.

Tuktuk Brung Tuktuk Brak

Permainan dan nyayian anak-anak. Dilakukan oleh dua kelompok anak-anak secara bergililran tarik menarik, dilakukan didepan rumah atau halaman. Ketika menyayikan “nyed em nyed”, salah satu kelompok menarik kelompok lain yang diakhiri dengan robohnya kelompok yang lain.

Berikut adalah syair lagunya :

Tuktuk brung tuktuk brak buntut lutung panjang rubak

Dicentok-centok barudak barudak salawe widak

Nyed em nyed em nyed nyed em nyed

Ucang-ucang Angge

Ucang-ucang angge adalah nama lagu anak-anak. Dengan lagu ini kita mengajak anak-anak yang masih kecil bermain. Biasanya dilakukan oleh orang tua atau kakaknya, seolah-olah anak itu sedang menunggang kuda.

Permainannya dilakukan dengan cara seseorang duduk ditempat yang lebih tinggi, misalnya diatas kursi atau ranjang dan kedua kakinya tergantung diatas lantai. Anak kecil itu didudukkan diatas kedua punggung kakinya, sedangkan kedua tangannya dipegang oleh si orangtua atau kakaknya, yang kanan oleh tangan kiri dan yang kiri oleh tangan kanan. Lalu kaki digerak-gerakkan ke atas dan ke bawah. Gerakan kaki demikian disebut ucang-ucang. Pada waktu menyanyikan larik terakhir (ari gog gog cungungung) kedua kaki itu diangkat tinggi-tinggi.

Ucang-ucang angge dapat juga dilakukan dengan si orang tua tidur telentang dengan kedua kaki diangkat ke atas, kemudian si anak naik dan duduk di ujung kaki yang terangkat seolah sedang naik diatas pelana kuda. Muka si anak dan yang mengangkatnya biasanya saling berhadapan dengan posisi si anak diatas, yang menjadi kudanya di bawah, dan kedua tangan si anak dipegang dari bawah. Sambil mengayun naik turun diiringi dengan lagu Ucangn ucang angge dalam laras salendro surupan 1 = Barang.

Pada lirik ari gog gog cungungung gerakan kaki diangkat lebih tinggi, bahkan waktu diturunkan muka si anak sengaja didekatkan pada muka yang mengayunkannya. Biasanya anak-anak pada bagian ini tertawa riang, demikian berulang-ulang dilakukan sampai yang mengayun kecapaian.

Berikut adalah syair lagu Ucang-ucang Angge :

Ucang-ucang angge mulung muncang kaparangge

Digogog ku anjing gede anjing gede nu mang Lebe

Anjing leutik nu Ki Santri ari gog gog cungungung

Ari gog gog cungungung

Beklen

Salah satu bentuk permainan anak-anak perempuan pada waktu senggang di tempat yang keras dan rata, dengan mempergunakan bola beklen dan biji-bijinya yang terbuat dari loyang atau kuwuk sebanyak 10-12 biji. Permainan ini dilakukan oleh lebih dari satu orang anak. Untuk anak menentukan siapa anak yang akan main pertama diadakan undian dengan cara suten bila hanya dua anak yang main atau hompimpah bila lebih dari dua orang atau. Barang siapa yang menang dialah yang pertama kali main dan jika pemain pertama itu lasut (gagal) maka permainan dilanjutkan oleh pemain kedua, dan seterusnya.

Cara bermainnya, pertama menaburkan biji-bijian yang diupayakan supaya tidak terpencar berjauhan tapi juga tidak berhimpitan. Kemudia si anak melambungkan bolanya ke atas. Sewaktu bola melambung keatas, sianak mengambil biji-bijin yang terserak tersebut. Pengambilan biji satu-satu disebut mihiji, apabila dapat menyelesaikan mihiji kemudian midua (mengambil biji dua-dua dan seterusnya sampai pengambilan semua biji yang dimainkan sekaligus). Jika biji tidak terambil, bola tidak tertangkap, atau gudir (menyentuh biji yang belum waktunya diambil) maka dinyatakan lasut dan permainan diganti oleh anak berikutnya. Barang siapa yang bisa menyelesaikan permainan dari mihiji sampai mi terakhir dalam satu kali main dinyatakan sebagai pemenang.

Congklak

Permainan anak-anak perempuan dengan alat seperti perahu kecil yang memilliki 16 lekukan bundar sebagai tempat 98 biji ataupun kewuk (kulit kerang) disebut juga congkak, daku atau dakon. Permainan ini kadang-kadang dilakukan juga oleh kaum ibu. Badan congklak terbuat dari kayu yang diberi 16 lekukan bundar. Lekukan kecil terdiri dari 14 buah yang dijadikan 2 deretan, masing-masing disebut anak. Kemudian 2 buah lekukan besar disebut indung (induk) yang terletak di bagian tengah badan kayu disebelah kiri dari masing-masing deretan.

Masing-masing lekukan diisi 7 biji kewuk (kecuali 2 lekukan indung dikosongkan). Permainan dilakukan oleh dua orang berhadapan. Masing-masing mempunyai 7 buah lekukan anak dengan 1 lekukan indung yang terletak di sebelah kirinya. Kedua pemain bersama-sama mengambil kewuk dari salah satu lekukan anak yang dimilikinya lalu dibagikan kesetiap lekukan dan indung (kecuali indung lawan) secara merata. Jika kewuk terakhir jatuh pada lekukan yang kosong, maka si pemain harus berhenti sebab dianggap mati. Jika mati ditempat lekukan miliknya dan kebetulan lekukan dihadapannya (milik musuhnya) berisi kewuk-kewuk, maka kewuk milik musuhnya itu menjadi haknya dan disimpan di indungnya. Kejadian itu disebut nembak.

Permainan selesai jika semua kewuk yang semula terdapat dilekukan anak, pindah kelekukan indung masing-masing. Yang mendapat kewuk lebih banyak menjadi pemenang. Jika permainan akan diteruskan, maka kewuk itu dibagi-bagikan lagi pada lekukan-lekukan anaknya masing-masisng. Yang jumlah kewuknya kurang, harus menutup lekukan yang tidak kebagian kewuk yang dianggap pecak (buta). Yang menang mendapat giliran pertama untuk membagikan kewuk. Lekukan yang pecak harus dilewati (tidak diisi). Permainan selesai jika salah seorang tidak sanggup lagi meneruskan permainan karena kewuknya kurang dari 7 (untung mengisi satu lekukan anak).

Gatrik

Permainan gatrik ini juga disebut tokle. Permainan anak-anak ini caranya dengan mempergunakan dua batang ranting kayu atau rotan, satu panjang dan satu pendek. Kayu atau rotan pendek berukuran 10-12,5 cm, dan yang panjang 30-37,5 cm, biasanya diameter 1-2 cm. Perlengkapan lain adalah 2 buah bata yang yang dipasang berpasangan dengan jarak antra 7-10 cm, tempat menaruh keratan bambu pendek jika hendak main.

Permainan dimulai setelah dilakukan suten. Yang menang meletakkan bambu pendek diatas bata, mencungkilnya dengan bambu panjang, agar terlempar sejauh-jauhnya. Yang kalah berusaha menangkap bambu pendek itu. Jika berhasil menangkapnya, ia memperoleh nilai 10. Jika tidak, ia harus melemparkan bambu pendek itu kearah sepasang bata itu, bila bata itu tersenggol oleh bambu itu maka ia menjadi pemain.

Musuhnya menjadi penjaga. Jika tidak terjadi penggantian pemain, si pemain melemparkan bambu pendek yang harus dipukul sekeras-kerasnya dengan bambu panjang agar jatuh sejauh mungkin. Jika tertangkap, si penjaga memperoleh angka 25. Apabila tidak tertangkap si penjaga harus melemparkannya ke arah bata. Kalau lemparan bisa masuk celah bata itu ia dapat nilai lagi 10. Jika si pemain berhasil memukul balik bambu pendek itu sebelum jatuh ke tanah, maka si pemain mendapat nilai sejumlah hitungan jarak dari bata ke tempat jatuhnya bambu yang diukur dengan bambu panjang. Misalnya saja jauhnya 50 kali dari panjang bambu, berarti ia mendapat nilai 50.

Permainan dilanjutkan dengan gatok lele, yaitu si pemain mencungkil dan memukul bambu pendek dengan bambu panjang agar jatuh sejauh mungkin. Jika si penjaga bisa menangkapnya ia memperoleh nilai 25. Jika tidak maka si pemain berhak mengumpulkan nilai dengan mengukur jarak jatuhnya bambu. Jika sebelum dipukul jauh, bambu itu dipukul pelan dulu beberapa kali, asal tidak jatuh ke tanah, maka hitungan pendapatan si pemain jadi berlipat. Jika dipukul dua kali, lipat dua; kalau tiga kali lipat tiga; dan seterusnya. Sebab itu gatok lele merupakan kesempatan meraup angka bagi si pemain. Jumlah angka ini sudah ditetapkan batasnya, 200 atau 250. Jika batas itu telah tercapai, maka permainan selesai. Yang paling dulu mencapai angka itu keluar sebagai pemenang.

Hahayaman

Permainan anak-anak, menggambarkan seekor ayam yang dikejar oleh seekor musang dengan penjaga kandang dalam bentuk lingkaran. Penentuan anak yang menjadi ayam dan musang dilakukan dengan diundi. Anak-anak lain berpegangan untuk membentuk lingkaran sebagai penjaga kandang. Ayam berupaya jangan sampai tertangkap oleh musang. Musang sebaliknya terus mengejar mau menerkam ayam. Anak-anak lain yang menjadi penjaga kandang berusaha sekuat tenaga agar jangan sampai jebol oleh musang.

Apabila musang dapat menjebolnya ayam berusaha cepat keluar dan sebaliknya. Permainan selesai jika ayam tertangkap oleh musang atau musang merasa lelah karena tidak dapat menangkap ayam. Jika ayam tertangkap maka musang dianggap menang. Sebaliknya jika ayam tidak dapat tertangkap, maka ayam dinyatakan sebagai pemenang. Permainan ini biasa dilakukan baik pada siang hari maupun malam hari ketika terang bulan, di halaman rumah.

Kobak

Permainan anak-anak yang mempergunakan uang logam (benggol) atau benda bulat lainnya. Pemain terdiri dari anak-anak usia 7-12 tahun dengan jumlah pemain 2-5 orang. Sebelum bermain mereka terlebih dahulu membuat kobak (lubang) dangkal dan membuat garis pelemparan yang berjarak antara 3-5 meter dari lubang, kemudian mengadakan undian untuk menentukan siapa yang akan bermain terlebih dahulu. Caranya cukup dengan melemparkan benggol atau gundu kearah lubang. Anak yang dapat memasukkan uang ke lubang dialah yang pertama bermain. Kalau tidak ada yang dapat memasukkan uang ke lubang, maka dipilih benggol yang paling dekat ke lubang jika ada dua orang atau lebih yang berhasil memasukkan, maka diundi lagi dengan cara yang sama.

Cara bermainnya, bagi anak yang mendapat giliran, berusaha untuk memasukkan uang logam lawan-lawannya ke dalam lubang. Apabila uang itu masuk, dialah pemenangnya dan benggol atau gundu milik musuhnya harus ditebus oleh uang atau benda lainnya sesuai dengan perjanjian. Tapi bila gagal memasukkannya, ia digantikan oleh pemain berikutnya.

Para penonton biasanya terdiri dari orang dewasa dan anak-anak yang menjadi penggembira serta para pemain kobak lainnya. Dengan adanya penggembira pemain lebih bersemangat. Dalam perkembangan selanjutnya, anak-anak main kobak bukan dengan taruhan uang tetapi memakai karet gelang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar