blog ini sebagai wadah apresiasi saya untuk berbagi cerita dan pengalaman serta sedikit mencoba memperkenalkan budaya tradisional indonesia khusunya budaya sunda,serta tempat mempromosikan usaha yang saya jalankan..
Selasa, 11 Mei 2010
Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara tingkeban atau acara tujuh bulana pada saat ini sudah jarang kita temui lagi.mungkin hal ini dikarenakan adanya pergeseran budaya yg terkikis oleh waktu. Sedikit mari kita mengingat dan membuka memorian kita pada beberpa tahun yg lalu saat kita masih kecil,tentu kita sering menyaksikan upacara adat tingkeban /tujuh bulanan,dan ikut serta dalam upacara adat ini,yaitu sebagai pembeli rujak yg dijual oleh si ibu hamil dalam upacara tersebut,dan sebagai alat transaksi jual belinya mengunaka pecahan genteng yg dibulatkan.
Ada yg masih ingeut dengan upacara tingkeban ini ? sedikit dibawah ini ulasan tentang upacara tingkeban / tujuh bulanan :
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
Demikian sedikit ulasan tentang upacara tingkeban semoga bermanfaat..!!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar